Korupsi Dana Desa Untuk Biaya Kuliah dan Sekolah Anak, Kades di Sumsel Dibui

PALEMBANG — Terdakwa kasus korupsi penyelewengan Dana Desa (DD) oleh oknum Kades Muara Puyang, Kabupaten OKU Selatan, bernama Yulita Ariani, tampak pasrah saat dicecar oleh majelis hakim terkait penggunaan DD yang disinyalir untuk kepentingan pribadi.

“Saya akui kesalahan saya, uang itu selain digunakan untuk kepentingan masyarakat desa, juga digunakan untuk membiayai kuliah dan sekolah anak di Lampung,” kata terdakwa yang dihadirkan langsung di persidangan, Kamis (16/01/2022).


Dengan berurai air mata, di hadapan majelis hakim Tipikor Palembang diketuai Mangapul Manalu, ia mengatakan sejumlah uang DD juga digunakan untuk membeli kendaraan sepeda motor untuk anaknya serta modal usaha.

“Selain itu, ada juga dari dana desa dipinjamkan ke masyarakat namun tidak dikembalikan, semuanya tidak ada laporan pertanggungjawabannya, saya akui itu kecerobohan saya, Pak,” ungkapnya.

Janda dua orang anak ini juga mengaku tidak menduga, dana desa yang ia gunakan untuk keperluan pribadi sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari OKU Selatan Wawan Kurniawan serta Krisdianto sebesar Rp699 juta.

“Saya akui salah Pak, saya menyesal, saya ada niat untuk mengembalikan uang itu, tapi saya bingung dari mana uang sebanyak itu,” tukas terdakwa yang tanpa didampingi penasihat ini kepada majelis hakim.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim memberikan waktu satu minggu kepada tim penuntut umum untuk mempersiapkan tuntutan pidana.

Diwawancarai usai sidang, JPU Wawan Kurniawan yang juga Kasi Pidsus Kejari OKU Selatan ini membenarkan bahwa terdakwa tidak didampingi penasihat hukumnya, atas permintaan terdakwa sendiri.

“Kemarin, pada persidangan sebelumnya ia didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh pihak Pengadilan, namun selanjutnya terdakwa memutuskan untuk maju sendiri tanpa didampingi pengacara,” ungkap mantan Kasi Barang Bukti di Kejari Belitung tersebut.

Kemudian anggaran tersebut dikelola sendiri oleh terdakwa tanpa melibatkan tim Pelaksana Pengelola Keuangan Desa (PPKD) ataupun perangkat desa.

“Terdakwa adalah pelaku tunggal yang mengelola sendiri dana desanya, terdakwa ini diduga membuat SPJ fiktif. Jadi SPJ tidak dibuat berdasarkan kegiatan yang nyata,” kata Wawan.

Oleh karena itu, penuntut umum menjerat terdakwa dengan dakwaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI No 31 Tahun 1999, Pasal 3 UU RI No 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Ancaman pidana penjaranya minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun penjara,”pungkasnya.



Komentar